Pagi
yang cukup cerah ini aku buka dengan melihat senyuman manis wajahnya walau
hanya dibalik sebingkai foto kenang-kenangan SMP.
Aku
berjalan dengan perlahan, ku mantapkan hati ini untuk menghadapi Ujian Nasional
tingkat SMA hari terakhir, sudah sekitar 6 bulan lebih aku persiapkan semua
untuk masa depanku nanti. Dan inilah hari terakhir aku menjawab LJK kosong itu
dengan kemampuan maksimalku ini.
Bel
pun berbunyi, dengan tenang ku baca dan kupahami semua isi soal itu sampai selesai.
Aku baca hamdalah dan aku keluar dengan perasaan yang agak “dag-dig-dug”. Setelah
LJK yang tadi ku isi sudah selesai, aku melihat perempuan itu menangis.
"Sonyaa.."
Sapaku dengan sedikit aneh.
"Eh,
kamu.."
"Kamu
kenapa? Apa pantas pemilik wajah yang cantik harus mengeluarkan air mata yang
begitu banyak?"
"Kamu
gausah gombal, aku lagi sedih nih.. Rey masuk rumah sakit lagi karena ginjalnya.."
Saat
aku mendengar berita itu aku memang turut berduka. Sonya Pandarmawan begitulah
nama jelasnya. Dia adalah perempuan yang aku suka semenjak SMP. Tapi sayang,
perasaan ini tak pernah tersampaikan karena aku terlalu takut mendengar kata “kita
berteman saja ya” atau ”kamu terlalu baik buat aku” darinya. Sampai akhirnya
dia berlabuh di hati orang lain.
"Oya,
Onya mau aku temenin jenguk si Rey? Yuk aku juga mau liat keadaan dia..''
Hiburku.
"Iya
deh... Yuk makasih ya mau temenin aku.."
Setelah
sampai di rumah sakit dengan seragam sekolah ini, Sonya tampak sedih lagi. Dengan
pasrah kita berdua hanya bisa melihat Rey dari balik pintu karena kondisinya
masih kritis.
"Onya
jangan nangis, Rey pasti sembuh kok. Ada aku disini yang selalu nemenin Onya, kapanpun.
Saat suka maupun duka.." ucapku.
"Makasih
ya.. Kamu selalu ada buat aku dari SMP sampai sekarang, kamu yang selalu
support aku.."
••••
Hari
mulai berganti, memang setelah UN berakhir 2 hari yang lalu, kegiatan sekolah
sudah tidak terlalu banyak. Banyak siswa-siswi yang ke sekolah hanya sekedar
melepas penat, bertemu teman-teman lain atau bahkan pacaran, yah hal yang
wajar. Tapi berbeda dengan Sonya saat itu.
"Onya
kenapa? Masih kepikiran Rey ya?" Sahutku.
"Iya
aku sayang banget sama Rey, dia udah buat aku bahagia selama ini. Aku nggak mau
liat dia gini terus.."
"Udah
Onya udah.. Kita berdoa aja sama Tuhan semoga Rey dikasih kesembuhan. Nanti
kalian bisa bahagia lagi deh berdua.."
Rey
memang belum terlalu mengenal Sonya. Hanya sebulan PDKT, Rey langsung jadian
dengan Sonya dan sekarang sudah terhitung hampir 3 tahun semenjak awal masuk
SMA, walaupun pada waktu itu hatiku tersayat-sayat. Tapi sebagai sahabat yang
setia aku tetap mendukung Sonya.
Untuk
menghibur dirinya, aku mengajak Sonya ke tempat dimana kita berdua sering
kunjungi semasa SMP. Memang indah, disana tidak ada siapapun selain kita
berdua.
Lawanlah daya tarik dari cinta 'jump jump jump' hatiku
sedikit...
Belum
selesai nada dering itu habis, Sonya mengangkat telfonku.
"Haloo
ada apa nih?"
Aku
terdiam sejenak beda sekali suaranya ketika di telfon terdengar lebih indah.
Ah, mungkin efek dia baru bangun tidur.
"Haloooooooo..
ada apaa tumben telfon aku?" Tanya nya kesal.
"Eh
iya Onyaa, maaf-maaf.. Tadi ngelamunin kamu dulu sih.."
"Apasih
kamu ih, ada apa nih pagi-pagi udah telfon?"
"Hmm..
Gini Onya, mumpung sekarang hari minggu, aku pengin ngajak kamu ke tempat kita
dulu sering kesana.. Kamu masih inget kan?"
"Hmm..
Gimana yaa.."
"Ayo
harus mau, biar kamu nggak sedih kepikiran Rey terus.. Ayo mau ya? Aku jemput
jam 7 pagi depan taman biasa? Oke?"
"Hmm..
Iyadeh, aku mandi dulu ya.. Hhehe.."
"Iyaaa,
dandan yang cantik ya Onya.. Ehem.."
"Iyeee..
Cowok tukang gombal.." balasanya sambil tertawa
Dengan
motor sport merah ku berinisial “Macan” aku siap menjemput Sonya di taman
seperti biasanya.
Rupanya
Sonya tepat waktu, dia telah di tempat itu duluan. Aku terbelalak melihat
wajahnya yang manis, rambut nya yang terurai panjang dan lesung pipitnya yang
menggoda. Dia menggunakan rok hijau selutut dan baju pink yang indah, bagaikan
boneka.
Sonya
sedang duduk manis rupanya, aku mendekatinya. Di sisi ujung bangku panjang itu,
ku hela nafasku hilangkan semua perandaian, sampai sekarang dan selamanya
kuingin cintai dirinya selalu.
"Heeei..
Jangan ngelamun dong, yuk jadi kan?" Ucapnya.
"Ayo,
aku kangen banget sama tempat itu.."
"Iyaa,
aku kangen juga nih ke tempat itu.."
"Siap
boneka manis ku, ayo kita berangkat.."
Sonya
hanya tersenyum malu, kita berdua berangkat melupakan semua penat yang ada
sambil berbincang di jalan. Kurang lebih 2 jam kami sampai di tempat. Iya, ini
hanyalah sebuah danau yang jernih airnya dipenuhi pepohonan di sisi danau. Sangat
tenang berada disini
“Gimana?
Masih sama kaya dulu kan tempat ini ?“ tanyaku.
“Iya
nih, nggak ada yang berubah sama sekali, masih indah kayak dulu kita sering
kesini..“
”Ada
satu lagi yang sebenernya nggak berubah..”
“Hah?
Apa emangnya?”
“Cuma
kamu sama aku yang ke tempat ini, nggak ada yang lain..”
“Ih..
Kamu bisa aja..” balasnya malu.
Sonya
hanya tersenyum malu, pipinya memerah, lesung pipitnya terlihat lagi. Aku
sangat menyukai tempat ini. Disini aku bisa merasakan bagaimana rasanya berada
di sisi orang yang aku sayang dengan dekat dan lebih dalam.
“Oya
Onya, aku belum pernah tahu, apa sih impian kamu selama ini setelah lulus
sekolah?” tanyaku tiba-tiba.
“Mau
tahu banget ya kamu?”
“Aku
serius..”
“Sebenernya
sih aku pengen jadi dokter, dokter anak pastinya. Aku suka banget anak kecil..”
Ternyata
impian nya sama mulia denganku, persis malah.
“Kalo
kamu ?” tanya Onya.
“Sama
kok kaya kamu, iya dokter tapi dokter umum aja deh biar lebih banyak duitnya.
Hhaha..”
“Selalu
ya kamu.. Hhehe..”
“Eh
tapi Onya, sebenernya impian aku berubah semenjak liat kamu. Aku sangat
menyayangimu aku cinta kamu, aku lebih memilih membahagiakanmu dulu baru
kemudian aku sukses..”
Entah
sedang kerasukan apa tubuh ini, kalimat-kalimat yang sakral untukku sejak lama tiba-tiba
keluar begitu saja dengan mulus dan tanpa kesalahan. Aku malu sebenarnya. Tetapi
Onya hanya diam dan menunduk.
Detik
demi detik, menit demi menit, hingga jam berganti, waktu dengan cepatnya aku
habiskan semuanya disini. Aku lupakan semua urusan duniaku sejenak. Aku
bercanda ria, aku tersenyum, bahkan tertawa sampai dicubit. Itu semua aku
lakukan di tempat yang sama dengan suasana yang sama dan orang yang sama.
••••
Setelah
sekian lama menunggu hasil pengumuman Ujian Nasional, akhirnya waktu yang
ditunggu tiba. Aku dan Sonya mendapatkan nilai yang memuaskan. Aku tampak
gembira karena itu akan membantuku saat mencari kuliah nanti.
"Onya,
kita lulus loh.. Nilai aku bagus-bagus nih, kalo kamu gimana ? Seneng kan?"
tanyaku.
"Hehe..
Iya selamat ya, aku seneng banget tahu..”
“Gimana
nilai kamu? Sepuluh semua nggak kaya aku?”
“Hah?
Nilai kamu sempurna dong ya? Aku cuman matematika nih yang nggak sepuluh.. Eh,
bentar ya..”
Sonya
mengangkat ponselnya yang berbunyi dan mencari tempat sepi karena disini
terlalu ramai dengan suka cita kelulusan.
Tiba-tiba
ia berlari ke arahku dengan muka bahagia.
“Rey
udah sembuh! Rey udah bisa gerakin tanganya.. Ahh.. Aku seneng banget..”
Ucapnya.
“Iyaa
Onyaa, aku juga ikut seneng kok..”
“Eh,
yaudah ayo kita kerumah sakit sekarang. Ayo!”
Hampir
2 bulan lebih Rey tidak sadarkan diri dirumah sakit, setelah pengumuman UN itu
aku dan Sonya langsung bergegas ke rumah sakit karena kata Ibu Rey, dia sudah
bisa menggerakan tanganya.
"Tante,
Rey udah sadaar? Ya Tuhan makasih banget.." ucap Onya.
"Iya
Onya.. Tadi Rey udah sempet bangun malah, tapi disuruh dokter istirahat lagi.."
"Tuhkan
Onya, Rey pasti sembuh kok. Udah ya Onya jangan nangis-nangis lagi. Jelek tahu.."
Ucapku.
"Iyaa..
Ah, aku seneng banget orang yang aku sayang sekarang udah bakalan sehat lagi.."
balasnya tersenyum.
Aku
juga senang ketika mendengar Rey sudah siuman dan melihat wajah Sonya kembali
ceria. Waktu berganti sangat cepat. Impianku harus ku kejar dari sekarang. Mulai
setelah kelulusan SMA waktu itu aku langsung mencari-cari universitas yang
sesuai. Sampai akhirnya pencapaianku berhasil. Aku diterima di UI. Ya, universitas
yang sangat dikenal orang banyak.
Aku
tidak mengabarkan Sonya sama sekali, yang hanya difikiranku saat itu, adalah ingin
membahagiakan Sonya hidup bersama Rey lagi tanpa ada aku. Sakit rasanya, tapi
aku rela.
Aku
disini memulai kehidupan baru sebagai mahasiswa kedokteran di UI. Ya, cukup
keren karena jurusan ini memang susah dan selalu banyak saingan setiap
tahunnya. Tapi bagiku, semua sudah terlewati. Aku masih di Jakarta, terus
menimba ilmu untuk masa depanku kelak. Dan disana Rey masih dalam tahap pemulihan.
Ibunda Rey selalu mengabariku setiap saat, apapun yang Rey alami, entah sehat atau
kembali kritis lagi. Aku belum sempat menjenguknya kembali karena mahasiswa
kedokteran sepertiku ini selalu sibuk.
Akupun
memberanikan diri mengambil hp disebelah meja dekat tv. Dengan nomor yang
berbeda ku telfon Sonya. Ya sahabat baikku sekaligus orang yang aku dambakan.
"Halo
ini siapa ya?" Tanya Onya serius.
"Ini
aku, kamu nggak lupa kan?" Jawabku.
"Siapa
sih? Ohhh, yang kemarin-kemarin itu pindah ke Jakarta dan ninggalin aku disini?
Makasih, semoga kamu sukses!”
*Tut
tut tut tut*
Telfon
itupun mati. Entah kenapa, Sonya marah sampai seperti itu kepadaku. Keadaan
mulai berbeda saat ini, aku akan di wisuda. Ya walau hanya 3 tahun. Ah, 3 tahun
tidak terasa. Yang biasanya jurusan ini ditempuh 6 tahun, tapi mungkin karena
kejeniusanku ini, hanya 3 tahun aku bisa selesaikan semuanya. Di sana pun Sonya
dan Rey sudah hidup bahagia. Aku sudah siap menyongsong hidup menjadi orang
sukses.
••••
Kabar
buruk menimpa Rey lagi. Ternyata ginjal Rey yang satu-satunya itu harus rusak
lagi. Ia berhenti menjadi atlit lari semenjak SMA karena ia mendonorkan satu
ginjalnya kepada orang lain. Sungguh mulia.
Akhirnya
aku kembali ke Bandung dan mencoba berbicara langsung dengan Rey di rumah
sakit.
"Lo
kenapa sih? Masih aja dipaksain Rey.. Gue nggak mau liat sahabat gue nangis
lagi gara-gara lo nya gini terus.." Ucapku.
"Maaf
ya, gue emang nakal, gue emang gini. Gue minta titip Onya buat gue ya sob, gue
tau lo sahabatnya dari SMP, lo pasti bisa jaga dia.." balasnya lemas.
"Nggak,
lo harus sembuh. Gue mau liat lo berdua bahagia kaya dulu lagi.."
Aku
berbicara dengan dokter, memang kondisinya sudah parah. Rey membutuhkan
pendonor yang ginjalnya masih sehat agar Rey bisa hidup normal lagi.
"Dokter,
kenapa lagi sama Rey dok? Cerita dok.." Ucap Sonya saat aku sedang
berbicara dengan dokter.
"Sabar
ya nak, Rey nggak apa-apa kok. Cuman kecapekan, sabar kamu harus tenang.."
Aku
langsung menarik Sonya keluar dari ruangan. Ku tenangkan dia, ku usap air mata
nya, ku tarik lesung pipitnya agar ia tersenyum walau harus terpaksa.
"Sonya
kamu sayang Rey banget kan? Jawab.." tanyaku.
"Iya,
aku nggak mau kehilangan Rey. Aku sayang banget sama dia.." balasnya.
"Aku
janji bakal buat kalian bahagia selamanya, aku janji.." ucapku lagi.
Setelah
janji itu, aku pergi dari Sonya.
Pagi
itu cerah. Sekarang Rey sudah sehat dan bisa berjalan lagi. Ginjalnya sudah
sehat dan sudah lengkap. Setelah itu Sonya datang dengan wajahnya yang
sumringah melihat kekasihnya kembali seperti orang biasa. Tetapi tidak dengan
Rey.
"Aku
bangga dengan sahabatmu.." ucap Rey dengan raut wajah sedih.
"Siapa?
Dia? Dia kemarin memang datang dan ngobrol gitu sama dokter, emang dia kenapa
sih?”
"Baca
ini, aku malu dengan dia yang bisa menghargai hidup orang lain. Sedangkan aku
sendiri tidak.." ucap Rey sambil memberikan sebuah surat.
Hai Sonya, hai sahabat ku yang selama ini aku sayang..
Oya, makasih ya buat waktunya pas kita ke danau. Itu adalah hal terakhir yang
paling indah yang pernah aku lakuin sama kamu. Aku nggak mau ya lihat kamu
nangis dan sedih lagi. Aku mau kamu hidup bahagia sama Rey. Aku masih ingat
janjiku ke kamu, “Sebelum masa depanku tercapai, aku ingin buat orang yang aku sayang
bahagia terlebih dahulu”. Sekarang aku udah lakuin itu semua buat kamu dan Rey.
Dua ginjal ku yang sehat ini sudah ada di tubuh Rey. Kalau kamu rindu sama aku,
pergi aja ke tempat favorit kita. Tempat terakhir aku bisa ngobrol lepas sama
kamu. Mungkin disana rindumu akan berkurang. Hhehe.. Tapi, anggap aku masih ada
ya? Walau hanya dalam kenangan yang indah. Selamat tinggal Sonya.. ^_^
Sonya
tergeletak, ia kembali meneteskan air matanya. Rey yang masih sedikit lemas
mencoba menenangkan Sonya yang tersungkur lemas.
"Dia
laki-laki yang baik, kamu beruntung mempunyai sahabat sepertinya Onya.."
ucap Rey.
"Dia
sahabat terbaik aku, dia rela dampingin aku dalam keadaan apapun. Saat sedih
maupun bahagia, dia selalu ada buat aku, bahkan saat kamu sakit selama ini..” balasnya
sambil menangis.
Rey
hanya tersenyum. Ia kembali lagi menjadi manusia yang utuh dan hidup bahagia
dengan Sonya.
Dan
aku pun baru mengerti, mencintai seseorang adalah sebuah karunia Tuhan. Menjaganya
adalah pengorbanan dan menyayanginya adalah keteguhan. Sonya akan menangis bahagia
melihatku mencapai impianku, membahagiakannya walau harus menjemput maut..
“Apa yang kita dapatkan akan membuat kita hidup. Tetapi,
apa yang kita berikan akan membuat sebuah kehidupan..”
0 komentar:
Posting Komentar